1.festival pesola
Pasola merupakan bagian dari upacara tradisional yang dilakukan oleh orang Sumba yang masih menganut agama asli Marapu. Pasola berasal dari kata “sola” atau “hola” yang berarti sejenis lembing kayu. Pasola (atau pahola) ini merupakan permainan ketangkasan saling melempar lembing kayu dari atas punggung kuda yang sedang melaju kencang. Pasola ini dimainkan oleh dua kelompok. Pasola ini diadakan pada empat kampung di Kabupaten Sumba Barat, yaitu Kodi, Lamboya, Wonokaka, dan Gaura. Pasola ini diawali dengan upacara adat nyale. Adat nyale merupakan upacara untuk mengungkapkan rasa syukur atas datangnya musim panen dan melimpahnya cacing laut di pinggir pantai. Upacara adat nyale dilaksanakan pada saat bulan purnama dan nyale (cacing laut) keluar di tepi pantai. Tanpa mendapatkan nyale, Pasola tidak dapat dilaksanakan. Pasola dilaksanakan di bentangan tanah luas dan disaksikan oleh warga setempat, masyarakat umum, dan juga wisatawan.
2. Bakar Tongkang
Ritual Bakar Tongkang merupakan ritual
tahunan warga Tionghoa di Bagan Siapi-api, Riau. Ritual ini bertujuan
untuk mengenang para leluhur mereka yang menemukan Bagan Siapi-api dan
sebagai bentuk syukur kepada Dewa Ki Ong Ya dan Dewa Tai Su Ong. Ritual
ini bermula pada tahun 1826, ketika 18 orang Tionghoa merantau dari
Provinsi Fu Jian, China. Mereka berlayar dengan menggunakan tiga buah
kapal tongkang. Dari tiga tongkang, hanya satu tongkang yang berhasil
sampai dengan selamat di sebuah daratan yang masih berupa hutan. Di
daerah itulah mereka lalu membangun pemukiman baru yang kemudian dikenal
dengan nama Bagan Siapi-api. Mereka lalu membakar tongkang mereka
sebagai tanda bahwa mereka tidak mau pergi lagi dari tempat itu. Kini,
setiap tahun masyarakat akan membuat replika tongkang. Tongkang ini akan
diarak warga dalam sebuah pawai dan kemudian dibakar. Di sekeliling
tongkang, ditumpuk ribuan kertas kuning bertuliskan doa para warga.
Puncak dari ritual bakar tongkang ini adalah menyaksikan jatuhnya tiang
kapal replika tongkang. Menurut kepercayaan setempat, jika tiang kapal
jatuh ke arah laut, maka peruntungan tahun itu akan banyak berasal dari
laut. Sebaliknya, jika tiang kapal jatuh ke arah darat, maka peruntungan
tahun itu banyak berasal dari daratan.
3. Festival Budaya erau
Erau dalam bahasa Kutai (Kalimantan Timur)
berarti ramai, hilir mudik, bergembira, dan bersukacita. Erau pertama
kali dilaksanakan sekitar abad ke-14 saat putra tunggal petinggi negeri
Jahitan Layar, Aji Batara Agung Dewa Sakti, berusia lima tahun. Sebagai
tanda bahwa anak itu diperbolehkan bermain-main ke luar rumah, maka
diadakanlah upacara tijak tanah dan mendi ke tepian. Masyarakat pun
bergembira dan berpesta selama 40 hari 40 malam. Sejak saat itulah Erau
selalu digelar saat upacara pengukuhan raja-raja baru. Erau merupakan
salah satu pesta budaya tertua di Indonesia. Salah satu prosesi dalam
Festival Erau adalah Upacara Beluluh yang diadakan di halaman depan
Kedaton Kasultanan Kutai Kertanagara. Upacara ini bertujuan agar Sultan
bersih dari unsur-unsur jahat. Prosesi ini dilakukan oleh Dewi dan
Belian (shaman istana). Selain Upacara Beluluh, Festival Erau juga
menampilkan Upacara Bapelas, tari-tarian yang dipentaskan oleh keluarga
kesultanan, juga ada tarian sakral oleh Dewi dan Belian.
0 comments:
Post a Comment