wisata jawabarat

Di Antara Debur Curug Citambur Cianjur

Curug CItambur (Foto: Fb Titi Bachtiar Geo)

Curug Citambur terletak di Desa Karang Jaya, Kecamatan Pagelaran, Cianjur Selatan. Dari Kecamatan Ciwidey Kabupaten Bandung jaraknya kira-kira 40 kilometer ke arah selatan. Lokasi persis Curug Citambur dapat ditemukan di dalam peta dan koordinat GPS: 7° 11’ 35.25” S 107° 14’ 2.20” E.

Sebenarnya akses menuju Curug Citambur tak terlalu sulit. Hanya, lokasinya memang cukup jauh dari jalan utama.  Namun, jangan khawatir karena sepanjang perjalanan anda akan dihibur oleh perkebunan teh nan hijau. Disarankan menggunakan kendaraan pribadi untuk menuju ke sana.

Untuk menuju Curug Citambur, dari Bandung, ambil arah menuju Kecamatan Ciwidey.  Setiba di Perkebunan Teh Rancabali ambil jalur yang ke kanan menuju ke perkebunan teh Sinumbra.  Dari sini anda akan melalui Desa Cipelah Kecamatan Rancabali selanjutnya Desa Karang Jaya dimana Curug Citambur berada.

Perjalanan dari perkebunan Sinumbra menuju ke Desa Karang Jaya membutuhkan waktu kira-kira satu setengah jam dengan kendaraan bermotor. Kondisi jalan yang dilalui menuju lokasi air terjun itu bisa dikatakan cukup baik.  Meskipun terdapat  beberapa bagian jalan yang berbatu dan berlubang.
Selanjutnya, cari Kantor Desa Karang Jaya karena gerbang masuk Curug Citambur tepat berada di depan kantor desa tersebut.  Beberapa meter dari gerbang masuk, Anda akan langsung disambut oleh Situ Rawasuro.

Situ Rawasuro dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai penampung air untuk irigasi. Sayang, kondisi lingkungan di sekitarnya tidak terlalu bersih.  Hal ini perlu menjadi perhatian pihak pengelola, bila Curug Citambur memang akan dijadikan salah satu destinasi wisata unggulan. Demikian juga dengan tempat parkir yang belum tertata.

Dari tempat parkir air terjun Curug Citambur sudah terlihat di sebelah kanan.  Pemandangan yang indah berupa pepohonan pinus yang hijau dan hamparan sawah dengan segera menyejukkan mata anda.

Di sebelah kiri depan air terjun terdapat bukit dengan pohon beringin di puncaknya. Semua itu menambah kuat kesan alami Curug Citambur yang masih alami, belum tersentuh sisi komersil.
Tinggi Curug Citambur mencapai 100 meter. Di bagian bawah air terjun terdapat semacam kolam alam tempat curahan air yang jatuh dari ketinggian. Tingginya tempat jatuh air Curug Citambur itu membuat volume air jatuhan curug tersebut begitu besar.

Bahkan diperkirakan, Curug Citambur ini lebih tinggi dan volume air jatuhannya lebih besar ketimbang Curug Cimahi di daerah Cisarua, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Volume air jatuhan yang cukup besar itu membuat tak ada yang berani mandi atau berenang di bawah air jatuhannya. Sebab, dipastikan badan kita akan terasa sakit sekali jika tertimpa air jatuhan yang menimpa tubuh dengan volume sangat besar. Selain itu, airnya juga terasa sangat dingin.

Tetapi, terlepas dari ketiadaan orang yang mau mandi di bawah air terjun itu, Curug Citambur tetap memberikan pesona yang indah dan elok, sehingga seru untuk dijadikan tempat berlibur. Mengapa?
Karena panorama Curug Citambur begitu alami dan indah natural. Suasana dan udaranya juga menyejukkan, karena dikelilingi hamparan sawah dan perkebunan teh. Cocok untuk warga kota yang ingin mencari suasana bernuansa alam nan asri.

Panorama indah di sekitar Curug Citambur dilengkapi suasana khas alam.  Pemandangan di sekitar air terjun hampir selalu diliputi oleh kabut tipis. Suara air  jatuhan Curug Citambur terdengar berdebum dengan begitu keras dan membahana.
Suara air jatuhan yang demikian keras itulah yang membuat Curug Citambur terasa berbeda ketimbang air terjun lain. Sesekali terdengar pula suara kicauan burung kutilang di antara deburan air, seakan kian memperkaya simponi suara alam di sekitar kawasan itu.

Sejumlah orang yang dijumpai di lokasi air terjun ini menuturkan, pesona Curug Citambur memang terletak pada suasananya yang sangat alami. Menurut mereka, berada di Curug Citambur serasa berada di alam yang masih “perawan” dan belum banyak disentuh oleh tangan manusia.

Suasana alam yang masih asli di antara debur Curug Citambur itu menurut mereka, menjadikan objek wisata itu masih eksotis. Keeksotisan itulah yang memberikan suasana berbeda di antara tempat-tempat wisata lain yang pernah mereka datangi.

Kondisi “alam perawan” itu bahkan tak urung menghadirkan pula suasana mistis di antara debur-debur Curug Citambur.

Mengapa air terjun tersebut bernama Curug Citambur, ada dua versi.  Yang pertama berasal dari suara air jatuhan dari air terjun yang jatuh ke kolam di bawahnya terdengar “berdebum” dalam irama tertentu layaknya seperti tambur yang sedang ditabuh.

Saat itu volume air terjun yang jatuh itu jauh lebih besar dari sekarang. Dan kolamnya masih cukup luas. Sehingga, suara jatuhnya air menimbulkan bunyi seperti alat musik tabuh yang dipukul berulang-ulang setiap kali air jatuh menimpa kolam.

Kini, seiring menyusutnya volume air, bunyi itu tak lagi terdengar begitu keras seperti dulu.
Versi kedua asal usul nama Curug Citambur ini berhubungan dengan sesuatu yang lebih dekat dengan mitos yang berkembang di tengah masyarakat. Menurut cerita, konon lokasi Curug Citambur ini dulu termasuk wilayah Kerajaan Tanjung Anginan dengan penguasa bernama Prabu Tanjung Anginan.
Pusat Kerajaan Tanjung Anginan konon berada di Pasirkuda, yang kini termasuk wilayah Desa Simpang dan Karang Jaya, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Cianjur. Daerah ini berbatasan dengan Kecamatan Pasirkuda. Dugaan tentang pusat kekuasaan yang terletak disana muncul karena terdapat batu yang berbentuk kursi.

Warga sekitar meyakini batu berbentuk kursi itu sebagai tempat duduk raja. Batu tersebut terdapat disebuah bukit yang berbentuk kuda. Konon, hal itu pula yang mendatangkan nama Pasir Kuda. Sebab, pasir di dalam bahasa Sunda berarti bukit atau gunung kecil.

Ketika Kerajaan Tanjung Anginan tersebut berdiri, sang raja kerap mandi di curug itu. Setiap kali sang raja akan mandi ke curug tersebut, ia selalu diiringi oleh rombongan kerajaan.

Sepanjang perjalanan, rombongan kerajaan yang mengiringi sang raja selalu dilengkapi dengan suara tetabuhan dari tambur yang ditabuh para pengawal.

Suaranya terdengar berdebum. Suara berdebumnya alat musik tabuh itu terdengar hingga jarak yang cukup jauh sehingga warga dapat mengenali bahwa jika terdengar suara tambur yang berdebum itu, artinya rombongan raja sedang menuju curug.

Sejak itulah, warga Pasir Kuda dan sekitarnya lantas menyebut air terjun itu sebagai Curug Citambur. Namun, versi kedua ini hingga kini lebih merupakan mitos semata. Sulit dibuktikan akan kebenarannya.

Sebab, warga dan para sesepuh di daerah tersebut tidak mengetahui, Kerajaan Tanjung Anginan tersebut berdiri pada abad ke berapa. Di dalam buku-buku sejarah yang ada pun nama Kerajaan Tanjung Anginan tidak dikenal.

Sehingga, tidak dapat dipastikan apakah di daerah Cianjur memang benar-benar pernah ada sebuah kerajaan bertajuk Kerajaan Tanjung Anginan.

Mungkin, keberadaan Kerajaan Tanjung Anginan hanyalah sebuah legenda. Tetapi yang pasti, di Curug Citambur sesekali ada orang yang datang untuk bersemedi sebagai sarana untuk mendapatkan hajat yang mereka inginkan.

Mereka yang datang untuk bersemedi itu sepertinya beranggapan bahwa di curug itu ada kekuatan supranatural. Ini satu hal lagi yang membuat Curug Citambur menjadi lekat dengan mitos.

Curug Citambur tetap menyimpan potensi wisata yang cukup besar. Keberadaannya yang masih asli dan alami memberikan suasana berbeda yang kini begitu dicari orang yang hendak berwisata.
Terlebih lagi, Curug Citambur bisa ikut membantu menyejahterakan warga sekitar. Sayang, potensi wisata Curug Citambur belum dioptimalkan.

Meskipun keberadaan Curug Citambur yang memesona itu belum diberdayakan secara optimal, tetapi penduduk di sana berkeyakinan bahwa suatu saat air terjun tersebut akan bisa membebaskan warga dari lilitan kemiskinan.

Tetapi, syaratnya menurut mereka harus ada pihak yang mau menata Curug Citambur dengan baik dan profesional. Pendapat itu bisa dipahami.

Sebab, jika menelusuri wilayah selatan Cianjur, mulai dari Ciwalini di Kabupaten Bandung hingga ke wilayah Kabupaten Cianjur khusunya kecamatan-kecamatan Pagelaran, Sindangbarang, Cidaun, Naringgul, yang merupakan jalur melingkar, banyak obyek wisata yang potensial namun belum diberdayakan secara optimal.

Sumber : alampriangan.com

Uploader : Septian Nugroho


About Unknown

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.